Kamis, 11 Oktober 2012
ISLAM,SAINS dan TEKNOLOGI
Pada zaman sekarang ini,Sains dan Teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol kemajuan pada abad ke 20 ini,bahkan suatu Bangsa dan negara dapat dikatakan tertinggal apabila tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi.
Agama Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk selalu menjadi maju dan menjadi lebih baik,justru Islam sangat mendukung umatnya untuk berkarya dan bereksperimen dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini Allah anugerahkan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Wahyu yang pertama kali diterima oleh Rasulullah juga menunjukkan bagaimanakah pandangan agama Islam tentang sains dan teknologi,yaitu
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Isra: 1-5)
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS. Yunus: 101)
Ayat-ayat di atas adalah sebuah amanah yang Allah berikan kepada hambanya untuk terus menggali dan memperhatikan apapun yang ada di alam semesta ini.Permasalahan yang ada saat ini adalah seringkali manusia mengkorelasikan antara Sains dan teknologi ilmiah dengan ajaran2 Islam yang tertera dalam Al Qur’an.Ada banyak sekali kejadian-kejadian di dalam Al Qur’an yang tidak bisa dijelaskan secara sains ilmiah,artinya kejadian tersebut benar-benar murni kekuasaan Allah dan di luar batas nalar manusia.Seperti contohnya mukjizat yang diberikan Allah kepada nabi Musa dengan membelah lautan,mukjizat Nabi Muhammad yaitu mampu membelah bulan dan lain-lain.Manusia saat ini seringkali meneliti kejadian-kejadian tersebut dan tidak pernah menemukan jawaban ilmiahnya.Yang paling ekstrim adalah ada cukup banyak ahli-ahli filsafat yang menjadi atheis karena mereka meneliti dimanakah Allah itu berada,seperti apakah dan apakah Allah itu benar-benar ada.selain itu mereka meneliti kenapa sholat itu harus 5 waktu dalam 1 hari.Sungguh ironi ketika seorang manusia mempelajari ilmu filsafat akan tetapi mereka tidak memiliki landasan iman dan aqidah yang kuat sehingga mereka lebih mempercayai apa yeng mereka teliti daripada Al Qur’an yang menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia.Oleh karena itu seharusnya sebelum manusia mengaplikasikan ilmu dan teknologi yang mereka miliki mereka harus memiliki landasan yang berupa ilmu syar’i yang akan mengarahkan bahwa tujuan manusia hidup adalah untuk Allah SWT.
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina. Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu kedokteran. Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang refresentatif untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu. Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih. Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern. Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib dipelajari oleh umat Islam.
Sains dan teknologi adalah simbol kemodernan suatu umat. Akan tetapi, tidak hanya karena modern, kemudian kita mengabaikan agama sebagaimana yang terjadi dalam budaya Barat. Karena sains dan teknologi tidak akan pernah bertentangan dengan ajaran Islam yang relevan di setiap zaman.
source: http://ardianfajar.wordpress.com/2010/02/20/islamsains-dan-teknologi/
Tipologi hubungan Sains dan Agama
source :http://catatan-nasya.blogspot.com/2012/01/hubungan-agama-dan-sains.html
Agama
dan Sains tidak selamanya berada dalam pertentangan dan
ketidaksesuaian. Banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antara
keduanya. Sekelompok orang berpendapat agama tidak mengarahkan pada
jalan yang dikehendakinya dan agama juga tidak memaksakan sains untuk
tunduk pada kehendaknya. Kelompok lain berpandapat bahwa sains dan agama
tidak akan pernah dapat ditemukan, keduanya adalah entitas yang berbeda
dan berdiri sendiri, memiliki wilayah yang terpisah baik dari segi
objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, serta
peran yang dimainkan.
1. Tipologi Ian G. Barbour
a. Konflik
Pandangan
konflik ini mengemuka pada abad ke–19, dengan tokoh-tokohnya seperti:
Richard Dawkins, Francis Crick, Steven Pinker, serta Stephen Hawking.
Pandangan ini menempatkan sains dan agama dalam dua ekstrim yang saling
bertentangan. Bahwa sains dan agama memberikan pernyataan yang
berlawanan sehingga orang harus memilih salah satu di antara keduanya.
Menolak agama dan menerima sains, ata sebaliknya. Masing-masing
menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang bersebrangan.
Sains menegasikan eksistensi agama, begitu juga sebaliknya. Keduanya
hanya mengakui keabsahan eksistensi masing-masing. Agama dan sains
adalah dua ekstrem yang saling bertentangan, saling menegasikan
kebenaran lawannya.
Barbour
menanggapi hal ini dengan argumen bahwa mereka keliru apabila
melanggengkan dilema tentang keharusan memilih antara sains dan agama.
Kepercayaan agama menawarkan kerangka makna yang lebih luas dalam
kehidupan. Sedangkan sains tidak dapat mengungkap rentang yang luas dari
pengalaman manusia atau mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan bagi
tranformasi hidup manusia sebagaimana yang dipersaksikan oleh agama.
(Barbour, 2006 : 224).
Dalam konflik pertentangan dipetakan dalam 2 bagian yang berseberangan :
> Materialisme ilimiah
Asumsi
: menganggap bahwa materi sebagai realita dasar alam (pentingnya
realitas empiris), sekaligus meyakini bahwa metode ilmiah adalah
satu-satunya cara yang sahih untuk mendapatkan pengetahuan.
> Literalisme kitab suci
Satu-satunya
sumber kebenaran adalah kitab suci, karena dianggap sebagai sekumpulan
wahyu yang bersifat kekal dan benar karena bersumber dari Tuhan,
sehingga tak memungkinkan bersumber dari yang lain termasuk alam
semesta.
b. Independensi
Memisahkan
agama dan sains dlam wilayah yang berbeda, memiliki bahasa yang
berbeda, berbicara mengenai hal-hal yang berbeda, berdiri sendiri
membangun independensi dan otonomi tanpa saling mempengaruhi. Agama
mencakup nilai-nilai, sedangkan sains berhubungan dengan fakta.
Dibedakan berdasarkan masalah yang ditelaah, domian yang dirujuk dan
metode yang digunakan.
Menurut
Barbour (2006 : 66), Tuhan adalah transendensi yang berbeda dari yang
lain dan tidak dapat diketahui kecuali melalui penyingkapan diri.
Keyakinan agama sepenuhnya bergantung pada kehendak Tuhan, bukan atas
penemuan manusia sebagaimana halnya sains. Saintis bebas menjalankan
aktivitas mereka tanpa keterlibatan unsur teologi, demikian pula
sebaliknya, karena metode dan pokok persoalan keduanya berbeda. Sains
dibangun atas pengamatan dan penalaran manusia sedangkan teologi
berdasarkan wahyu Ilahi.
Barbour
mencermati bahwa pandangan ini sama-sama mempertahankan karakter unik
dari sains dan agama. Namun demikian, manusia tidak boleh merasa puas
dengan pandangan bahwa sains dan agama sebagai dua domain yang tidak
koheren.
Agama
dan sains adalah dua domain yang terpisah yakni agama atau Tuhan hanya
dapat dikenal sebagaimana yang diwahyukan, tidak dapat diketahui kecuali
melalui penyingkapan diri. Sedangkan sains dapat dikenali melalui
fenomena dan empiris. Sains dibangun berdasarkan pengamatan dan
penalaran manusia, sedangkan teologi berdasarkan wahyu.
Sains
dan agama ditafsirkan sebagai dua bahasa yang tidak saling berkaitan
karena fungsi masing-masing berbeda. Bahasa agam adalah seperangkat
pedoman yang menawarkan jalan hidup yang berprinsip pada moral tertentu,
sedangkan sains dianggap sebagai serangkaian konsep untuk memprediksi
dan mengontrol alam.
c. Dialog
Pandangan
ini menawarkan hubungan antara sains dan agama dengan interaksi yang
lebih konstruktif daripada pandangan konflik dan independensi. Diakui
bahwa antara sains dan agama terdapat kesamaan yang bisa didialogkan,
bahkan bisa saling mendukung satu sama lain. Dialog yang dilakukan dalam
membandingkan sains dan agama adalah menekankan kemiripan dalam
prediksi metode dan konsep. Salah satu bentuk dialognya adalah dengan
membandingkan metode sains dan agama yang dapat menunjukkan kesamaan dan
perbedaan. Namun, dialog tidaak menawarkan kesatuan konseptual
sebagaimana diajukan pandangan integrasi. Mengutamakan tingkat
kesejajaran antara sains dan agama.
Dialog menekankan kemiripan dalam pra anggapan, metode dan konsep.
> Pra anggapan dan pertanyaan batas
Memunculkan pertanyaan batas, mengajukan pertanyaan fundamental, ilmuwan dan agamawan dapat bekerja sama untuk menjelaskan.
> Kesamaan metodologis dan konseptual
Sains tak selamanya obyektif, agama tidak selamanya subyektif.
Barbour
(2006 : 32) memberikan contoh masalah yang didialogkan ini dengan
digunakannya model-model konseptual dan analogi-analogi ketika
menjelaskan hal-hal yang tidak bisa diamati secara langsung. Dialog juga
bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu
pengetahuan yang mencapai tapal batas. Seperti: mengapa alam semesta ini
ada dalam keteraturan yang dapat dimengerti? dan sebagainya. Ilmuwan
dan teolog dapat menjadi mitra dialog dalam menjelaskan fenomena
tersebut dengan tetap menghormati integritas masing-masing.
Dalam
menghubungkan agama dan sains, pandangan ini dapat diwakili oleh
pendapat Albert Einstein, yang mengatakan bahwa “Religion without
science is blind : science without religion is lame“. Tanpa sains, agama
menjadi buta, dan tanpa agama, sains menjadi lumpuh. Demikian pula
pendapat David Tracy, seorang teolog Katolik yang menyatakan adanya
dimensi religius dalam sains bahwa intelijibilitas dunia memerlukan
landasan rasional tertinggi yang bersumber dalam teks-teks keagamaan
klasik dan struktur pengalaman manusiawi (Barbour, 2006 : 76).
d. Integrasi
Pandangan
ini melahirkan hubungan yang lebih bersahabat daripada pendekatan
dialog
dengan mencari titik temu diantara sains dan agama. Sains dan
doktrin-doktrin keagamaan,
sama-sama dianggap valid dan menjadi sumber
koheren dalam pandangan dunia. Bahkan
pemahaman tentang dunia yang
diperoleh melalui sains diharapkan dapat memperkaya
pemahaman keagamaan
bagi manusia yang beriman.
Ada
beberapa pendekatan yang digunakan dalam hubungan integrasi ini.
Pendekatan
pertama, berangkat dari data ilmiah yang menawarkan bukti
konsklusif bagi keyakinan agama,
untuk memperoleh kesepakatan dan
kesadaran akan eksistensi Tuhan. Pendekatan kedua, yaitu
dengan menelaah
ulang doktrin-doktrin agama dalam relevansinya dengan teori-teori
ilmiah, atau
dengan kata lain, keyakinan agama diuji dengan kriteria
tertentu dan dirumuskan ulang sesuai
dengan penemuan sains terkini. Lalu
pemikiran sains keagamaan ditafsirkan dengan filasafat
proses dalam
kerangka konseptual yang sama. Demikian Barbour menjelaskan tentang
hubungan integrasi ini ( Ian G. Barbour, 2006 : 42 )
2. Tipologi versi John Haught (1995)
Menurut Haught, hubungan agama dan sains diawali dengan titik konflik antara agama dan sains untuk mengurangi konflik, dilakaukan pemisahan yang jelas batas-batas agama dan sains agar tampak kontras / perbedaaan keduanya. Jika batas keduanya sudah terlihat, langkah berikutnya adalah mengupayakan agar keduanya berdialog / kontak.
Setelah tahap ini dapat ditemukan kesamaan tujuan yaitu mencapai
pemahaman yang benar tentang alam, selanjutnya antara agama dan sains
saling melengkapi / konfirmasi. source :http://catatan-nasya.blogspot.com/2012/01/hubungan-agama-dan-sains.html
Langganan:
Postingan (Atom)